Buku Tamu

5.27.2012

Sekilas Prolog


PROLOG 
            Angin dingin berembus menyapu habis dedaunan kecokelatan yang masih singgah di pepohonan. Atmosfer musim gugur menyelubungi hutan sementara matahari mengintip malu-malu dari balik awan pekat.
            Hutan itu sangat sepi, para penebang pohon tidak terlihat di mana-mana. Hanya seorang gadis kecil berusia kira-kira dua belas tahun yang sedang melangkahkan kakinya di antara hamparan daun-daun cokelat keemasan. Ia mengamati ketika daun terakhir melayang jatuh di telapak tangannya.
            Ia meniup pelan daun itu seolah-olah sedang meniup bunga dandelion putih. Ia menutup mata dan mengembuskan harapan. Kemudian bergegas melanjutkan perjalanan.
            Keranjang piknik kecil yang ditentengnya menguarkan aroma harum. Gadis itu mendekatkan hidungnya dan mencium aroma kue madu buatan ibunya. Harum kue yang baru dipanggang merebak beserta aroma manisnya madu.
Gadis itu sama sekali tidak sadar dirinya sedang diperhatikan.
Ketika akan melintasi sungai, seseorang tiba-tiba menabraknya dengan sengaja dan merampas keranjangnya. Masih belum pulih dari shock ia berusaha bangkit dan matanya segera mencari-cari sosok yang tadi menabraknya.
Seorang anak laki-laki yang kira-kira seumuran dengannya mengangkat keranjang itu tinggi-tinggi sambil menjulurkan lidahnya.
“Coba tangkap aku kalau kau mau keranjang ini!” seru bocah laki-laki itu.
Sang gadis berjalan tertatih-tatih ke arahnya. Lututnya tadi sempat membentur bebatuan sungai, meninggalkan luka yang untungnya tidak terlalu parah.
Anak laki-laki itu berlari dengan lincah di antara bebatuan sungai. Gadis itu mencoba mengikutinya meski harus melompati bebatuan dengan sangat hati-hati.
Karena ceroboh anak laki-laki itu tergelincir, kepalanya membentur bebatuan. Keranjang yang tadi digenggamnya terlontar ke arah sungai.
Si gadis terkesiap dan hampir berteriak minta tolong, namun ia segera menyadari bahwa mereka hanya berdua. Ia buru-buru menghampiri bocah itu dan membantunya berdiri. Darah merembes dari pelipis anak itu, lukanya tampak cukup parah.
“Bertahanlah,” mohon si gadis. “Jangan pingsan di sini, aku tidak sanggup menggendongmu ke rumah.”
“Tentu saja kau tidak sanggup.” Anak laki-laki itu tersenyum jahil.
Si gadis dengan cekatan menyobek sedikit bagian bawah pakaian anak itu dan menyumbatkan kain itu pada luka di pelipisnya untuk menghentikan pendarahan.
Lengan si anak laki-laki melingkari bahu si gadis. Gadis itu berusaha membimbingnya keluar dari hutan menuju desa. Percuma melanjutkan perjalanan, ia tidak lagi memiliki kue madu untuk diberikan pada neneknya.
Tiba-tiba sekelebat bayangan melintas, membuatnya berhenti berjalan karena kaget.
“Kenapa berhenti? Ayo lebih cepat lebih baik,” protes si anak laki-laki.
Si gadis memutuskan untuk tidak menghiraukan bayangan itu. Mungkin hanya halusinasi. Saat melanjutkan perjalanan ia kembali melihatnya, kali ini lebih dekat.
“Ayo lebih cepat jalannya. Perasaanku mulai tidak enak,” ucap si gadis.
“Ada apa sih? Kau tidak lihat kepalaku serasa mau pecah begini,” omel anak itu.
“Jangan banyak protes, sudah bagus kutolong. Seharusnya aku tadi membiarkan pencuri sepertimu membusuk di pinggir sungai.”
“Tapi kau tidak melakukannya,” senyum si anak.
“Aaah sudahlah, cepat lari. Kalau tidak kutinggalkan kau membusuk di sini.”
“Uuuuh seram sekali ancamannya. Aku takut.” Anak itu kemudian tertawa. Mau tidak mau si gadis ikut tersenyum sembunyi-sembunyi walau kesal.
Rumahnya sudah terlihat dari sini. Ia hanya berharap semoga bayangan tadi tidak mengikutinya. Mereka bergegas menyusuri jalan-jalan desa, menerobos masuk pintu rumahnya.
Ia membawa anak laki-laki itu ke kamarnya dan membantunya tidur di ranjang. Saat hendak memanggil ibunya tiba-tiba ia merasakan genggaman pada lengannya.
“Terima kasih sudah menolongku. Aku berhutang padamu.” Senyum mematikan itu muncul lagi. “Kenalkan, aku Dennis.”
Anak laki-laki yang ternyata bernama Dennis itu jatuh pingsan bahkan sebelum si gadis sempat menjawab, sambil tersenyum manis.
 “Namaku Luciana.”




Note:
Prolog ini bagian pertama dari novel yang baru bakal kutulis. Kalau ternyata prolognya jelek atau punya masukan komen aja ya. Let me know kalo ternyata prolognya menarik dan bikin penasaran juga, hehe. Lanjutan ceritanya baru bakal ditulis abis UAS, mudah-mudahan sinopsisnya juga cepet kelar :)


5.03.2012

Antara Keberanian dan Kebenaran


Sampai kapan seorang pengecut sepertiku mulai bisa menerima kebenaran?
Di saat semua orang mendambakan kebenaran, mengapa aku malah menjauh darinya?
Apakah dibutuhkan lebih dari sekadar keberanian untuk dapat menerima kenyataan?  


Padahal kebenaran sudah begitu dekat, ia sudah tiba dalam jangkauan ku
Aku menimang-nimang dua pilihan yang ku punya
Akankah aku maju dan menerima kebenaran dengan tabah
Ataukah aku akan mundur dan bersembunyi dalam bayangan rasa penasaran


Pengecut di dalam diriku memberontak dan mememaksaku bersembunyi dari kebenaran
Namun aku melakukan sebaliknya
Aku mengumpulkan sisa-sisa keberanian dan memilih untuk menerima kebenaran
Aku tak bisa selamanya menyembunyikan diri dari kebenaran


Aku telah memilih dan aku tak akan mundur


Aku tak dapat menyembunyikan kesedihan setelah mengetahui kebenaran
Kebenaran, bagaimanapun juga terasa menyakitkan
Jadi begini rasanya berusaha tabah...

5.01.2012

Behind the Script - Cerpen #1

Cerpen pertamaku yang kubuat dalam rangka tugas Bahasa Indonesia itu sebenernya ada "sejarahnya". Tadinya aku mau buat cerpen dengan tema yang bener-bener beda, tapi karena alurnya ngaco gak jelas jalan ceritanya, yaudah mending batalin aja :P Trus di kamar aku buka-buka buku notes kecil gratisan dari Gramed. Biasanya kalo ada ide tulisan (cerpen, novel, mungkin puisi) pasti kutulis disitu biar gak lupa. Kalo cuma disimpen di otak pasti bakal cepet lupa karena otak isinya pelajaran semua -___- Aku emang udah berkali-kali nyoba bikin novel, tapi karena gak konsisten baru jadi paling 3 bab trus ganti nulis novel yang lain. Nah kebetulan di notes itu ada ide buat nulis cerpen. Dulu sekitar beberapa bulan yang lalu aku pernah mimpi, trus mimpinya kutulis di notes soalnya mengharukan :') Itulah awal mulanya cerpen Kenangan Terakhir Rena
Sekarang bahas isinya. Aku terinspirasi dari gaya bahasa Ilana Tan, yang pake "aku-kau". Kalo ada kalimat yang bahasanya dewa tentang kematian, terinspirasi dari novelnya Stephenie Meyer, pasti pada tau lah yang mana. Gak ngejiplak kok, terinspirasi. 
Adegan pertama, Rena berlari di bawah naungan bintang-bintang. Adegan ini terinspirasi dari film "The Lovely Bones". Yang pas Susie Salmon meninggal terus arwahnya lari meninggalkan pembunuhya.
Lanjutan ceritanya mengalir begitu aja. Bagian flashback itu bukan bagian dari mimpi. Mimpiku mulainya dari selesai flashback. Tapi di cerpen ada revisi sedikit, biar lebih logis. Jadi ceritanya di mimpi itu aku kebangun dari koma, trus minta cowoknya buat baikan lagi sama ceweknya dan ngejagain dia. Trus akunya langsung mati. Kurang dramatis, aneh dan gak logis kan hehe. 
Setelah udah jadi cerpennya, aku masih tanya-tanya sama om Google. Aku buka-buka berita tentang kecelakaan, soal luka-lukanya, dan sebagainya. Aku baru yakin cerpenku logis setelah berhasil mendapatkan bukti-bukti dari berita kecelakaan tersebut.
Nulis cerpen emang gampang-gampang susah. Buat yang masih belajar kayak aku mungkin cepet down setelah lihat karya orang lain. Aku juga merasa gak ada apa-apanya dibanding sastrawan Indonesia, obviously. Tapi ya namanya juga belajar, harus berusaha sebaik mungkin. Sejelek apapun tulisan kita, itu masih karya. Harusnya kita bangga sama karya kita sendiri, karena kita gak ngejiplak punya orang mentah-mentah. Aku cuma berharap cerpenku bisa dinilai bagus sama guru :D Syukur-syukur mau dimasukin majalah atau koran. Mupeng banget wkwk.